8/17/2018 : Cerita Legenda Telaga Bidadari Rakyat Indonesia

loading...
cerita Telaga itu tidak seberapa lebar dan dalam, kurang lebih tiga meter panjangnya dan dua meter lebarnya dengan kedalaman dua meter. Airnya Bening dan jernih, tidak pernah kering walau kemarau panjang sekalipun. Letaknya di atas sebuah pematang, di bawah keteduhan, kelebatan, dan kerindangan pepohonan, khususnya pohon limau.

Jika pohon-pohon limau itu berbunga, berkerumunlah burung-burung dan serangga mengisap madu. Di permukaan tanah itu menjalar dengan suburnya sejenis tumbuhan, gadung namanya. Gadung mempunyai umbi yang besar dan dapat dibuat menjadi kerupuk yang gurih dan enak rasanya. Akan tetapi, jika kurang mahir mengolah bisa menjadi racun bagi orang yang memakannya karena memabukkan.

Daerah itu dihuni seorang lelaki tampan, Awang Sukma namanya. la hidup seorang diri dan tidak mempunyai istri. Ia menjadi seorang penguasa di daerah itu. Oleh karena itu, ia bergelar data. Selain berwajah tampan, ia juga mahir meniup suling. Lagu-lagunya menyentuh perasaan siapa saja yang mendengarkannya.

Awang Sukma sering memanen burung jika pohon limau sedang berbunga dan burung-burung datangan mengisap madu. Ia memasang getah pohon yang sudah dimasak dengan melekatkannya di bilah-bilah bambu. Bilah-bilah bambu yang sudah diberi getah itu disebut pulut. Pulut itu dipasang di sela-sela tangkai bunga. Ketika burung hinggap, kepak sayapnya akan melekat di pulut.

Semakin burung itu meronta, semakin erat sayapnya melekat. Akhirnya, burung itu menggelepar jatuh ke tanah bersama bilah-bilah pulut. Kemudian, Awang Sukma menangkap dan memasukkannya ke dalam keranjang. Biasanya, puluhan ekor burung dapat dibawanya pulang. Konon itulah sebabnya di kalangan penduduk, Awang Sukma dijuluki Datu Suling dan Datu Pulut.

Akan tetapi, pada suatu hari suasana di daerah itu amat sepi. Tidak ada burung dan tidak ada seekor pun serangga berminat mendekati bunga-bunga Iimau yang sedang merekah.

Heran,  ujar Awang Sukma,  sepertinya bunga limau itu beracun sehingga burung-burung tidak mau lagi menghampirinya.  Awang Sukma tidak putus asa. Sambil berbaring di rindangnya pohon-pohon limau, ia melantunkan lagu-lagu indah melalui tiupan sulingnya. Selalu demikian yang ia lakukan sambil menjaga pulutnya mengena. Sebenarnya dengan meniup suling itu, ia ingin menghibur diri. Karena dengan lantunan irama suling, kerinduannya kepada mereka yang ia tinggalkan agak terobati. Konon, Awang Sukma adalah seorang pendatang dari negeri jauh.

Awang Sukma terpana oleh irama sulingnya. Tiupan angin lembut yang membelai rambutnya membuat ia terkantuk-kantuk. Akhirnya, gema suling menghilang dan suling itu tergeletak di sisinya. Ia tertidur.

Entah berapa lama ia terbuai mimpi, tiba-tiba ia terbangun karena dikejutkan suara hiruk pikuk sayap-sayap yang mengepak. Ia tidak percaya pada penglihatannya. Matanya diusap-usap.


Ternyata, ada tujuh putri muda cantik turun dari angkasa. Mereka terbang menuju telaga. Tidak lama kemudian, terdengar suara ramai dan gelak tawa mereka bersembur-semburan air.

Aku ingin melihat mereka dari dekat,  gumam Awang Sukma sambil mencari tempat untuk mengintip yang tidak mudah diketahui orang yang sedang diintip.

Dari tempat persembunyian itu, Awang Sukma dapat menatap lebih jelas. Ketujuh putri itu sama sekali tidak mengira jika sepasang mata lelaki tampan dengan tajamnya menikmati tubuh mereka. Mata Awang Sukma singgah pada pakaian mereka yang bertebaran di tepi telaga. Pakaian itu sekaligus sebagai alat untuk menerbangkan mereka saat turun ke telaga maupun kembali ke kediaman mereka di kayangan. Tentulah mereka bidadari yang turun ke mayapada.

Puas bersembur-semburan di air telaga yang jernih itu, mereka bermain-main di tepi telaga. Konon, permainan mereka disebut surui dayang. Mereka asyik bermain sehingga tidak tahu Awang Sukma mengambil dan menyembunyikan pakaian salah seorang putri. Kemudian, pakaian itu dimasukkannya ke dalam sebuah bumbung (tabung dari buluh bekas memasak lemang). Bumbung itu disembunyikannya dalam kindai (lumbung tempat menyimpan padi).

Ketika ketujuh putri ingin mengenakan pakaian kembali, ternyata salah seorang di antara mereka tidak menemukan pakaiannya. Perbuatan Awang Sukma itu membuat mereka panik. Putri yang hilang pakaiannya adalah putri bungsu, kebetulan paling cantik. Akibatnya, putri bungsu tidak dapat terbang kembali ke kayangan.

Kebingungan, ketakutan, dan rasa kesal membuat putri bungsu tidak berdaya. Saat itu, Awang Sukma keluar dari tempat persembunyiannya.  Tuan Putri jangan takut dan sedih,  bujuk Awang Sukma,  tinggallah sementara bersama hamba. Tidak ada alasan bagi putri bungsu untuk menolak. Putri bungsu pun tinggal bersama Awang Sukma.

Awang Sukma merasa bahwa putri bungsu itu jodohnya sehingga ia meminangnya. Putri bungsu pun bersedia menjadi istrinya. Mereka menjadi pasangan yang amat serasi, antara ketampanan dan kecantikan, kebijaksanaan dan kelemahlembutan, dalam ikatan cinta kasih. Buah cinta kasih mereka adalah seorang putri yang diberi nama Kumalasari. Wajah dan kulitnya mewarisi kecantikan ibunya.

Rupanya memang sudah adat dunia, tidak ada yang kekal dan abadi di muka bumi ini. Apa yang disembunyikan Awang Sukma selama ini akhirnya tercium baunya.

Sore itu, Awang Sukma tidur lelap sekali. Ia merasa amat lelah sehabis bekerja. Istrinya duduk di samping buaian putrinya yang juga tertidur lelap. Pada saat itu, seekor ayam hitam naik ke atas lumbung. Dia mengais dan mencotok padi di permukaan lumbung sambil berkotek dengan ribut. Padi pun berhamburan ke lantai.

Putri bungsu memburunya. Tidak sengaja matanya menatap sebuah bumbung di bekas kaisan ayam hitam tadi. Putri bungsu mengambil bumbung itu karena ingin tahu isinya. Betapa kaget hatinya setelah melihat isi bumbung itu.

Ternyata, suamiku yang menyembunyikan pakaianku sehingga aku tidak bisa pulang bersama kakak-kakakku,  katanya sambil mendekap pakaian itu.

Perasaan putri bungsu berkecamuk sehingga dadanya turun naik. Ia merasa gemas, kesal, tertipu, marah, dan sedih. Aneka rasa itu berbaur dengan rasa cinta kepada suaminya.

 Aku harus kembali,  katanya dalam hati.

Kemudian, putri bungsu mengenakan pakaian itu. Setelah itu, ia menggendong putrinya yang belum setahun usianya. Ia memeluk dan mencium putrinya sepuas-puasnya sambil menangis. Kumalasari pun menangis. Tangis ibu dan anak itu membuat Awang Sukma terjaga.

Awang Sukma terpana ketika menatap pakaian yang dikenakan istrinya. Bumbung tempat menyembunyikan pakaian itu tergeletak di atas kindai. Sadarlah ia bahwa saat perpisahan tidak mungkin ditunda lagi.

Adinda harus kembali,  kata istrinya.  Kanda, peliharalah putri kita, Kumalasari. Jika ia merindukan ibunya, Kanda ambillah tujuh biji kemiri, masukkan ke dalam bakul. Lantas, bakul itu Kanda goncang-goncangkan. Lantunkanlah sebuah lagu denganngan suling Kanda. Adinda akan datang menjumpainya.

Putri bungsu pun terbang dan menghilang di angkasa meninggalkan suami dan putri tercintanya. Pesan istrinya itu dilaksanakannya. Bagaimana pun kerinduan kepada istrinya terpaksa dipendam karena mereka tidak mungkin bersatu seperti sedia kala. Cinta kasihnya ditumpahkannya kepada Kumalasari, putrinya.

Konon, Awang Sukma bersumpah dan melarang keturunannya untuk memelihara ayam hitam yang dianggap membawa petaka bagi dirinya.

Telaga yang dimaksud dalam legenda di atas kemudian diberi nama Telaga Bidadari, terletak di desa Pematang Gadung. Desa itu termasuk wilayah Kecamatan Sungai Raya, delapan kilometer dari kota Kandangan, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan.

Sampai sekarang, Telaga Bidadari banyak dikunjungi orang. Selain itu, tidak ada penduduk yang memelihara ayam hitam, konon sesuai sumpah Awang Sukma yang bergelar Datu Pulut dan Datu Suling.

8/17/2018 : Cerita Legenda Ratu Aji Bidara Putih Rakyat Kalimantan Timur

loading...
Dahulu kala negeri Muara Kaman diperintah oleh seorang ratu namanya Ratu Aji Bidara Putih. Ratu Aji Bidara Puthi adalah seorang gadis yang cantik jelita. Anggun pribadi dan penampilannya serta amat bijaksana. Semua kelebihannya itu membuat ia terkenal sampai di mana-mana; bahkan sampai ke manca negara. Sang Ratu benar-benar bagaikan kembang yang cantik, harum mewangi. Maka tidaklah mengherankan apabila kemudian banyak raja, pangeran dan bangsawan yang ingin mempersunting sebagai istri.

Pinangan demi pinangan mengalir bagai air sungai Mahakam yang tak pernah berhenti mengalir. Namun sang Ratu selalu menolak.  Belum saatnya aku memikirkan pernikahan. Diriku dan perhatianku masih dibutuhkan oleh rakyat yang kucintai. Aku masih ingin terus memajukan negeri ini,  ujarnya.

Kemudian pada suatu hari muncullah sebuah jung atau kapal besar dari negeri Cina. Kapal itu melayari sungani Mahakam yang luas bagai lautan. Menuju ke arah hulu. Hingga akhirnya berlabuh tidak jauh dari pelabuhan negeri Muara Kaman.

Penduduk setempat mengira penumpang kapal itu datang untuk berdagang. Sebab waktu itu sudah umum kapal-kapal asing datang dan singgah untuk berdagang. Akan tetapi ternyata penumpang kapal itu mempunyai tujuan lain.

Sesungguhnya kapal itu adalah kapal milik seorang pangeran yang terkenal kekayaannya di negeri Cina. Ia disertai sepasukan prajurit yang gagah perkasa dan amat mahir dalam ilmu beladiri. Kedatangannya ke Muara Kaman semata-mata hanya dengan satu tujuan. Bukan mau berdagang, tetapi mau meminang Ratu Aji Bidara Putih!

Kemudian turunlah para utusan sang Pangeran. Mereka menghadap Ratu AJi Bidara Putih di istana negeri. Mereka membawa barang-barang antik dari emas, dan keramik Cina yang terkenal. Semua itu mereka persembahkan sebagai hadiah bagi Ratu Aji Bidara Putih dari junjungan mereka. Sambil berbuat demikian mereka menyampaikan pinangan Sang Pangeran terhadap diri Ratu Aji Bidara Putih.

Kali ini sang Ratu tidak langsung menolak. Ia mengatakan bahwa ia masih akan memikirkan pinangan Sang Pangeran. Lalu dipersilakannya para utusan kembali ke kapal. Setelah para utusan meninggalkan istana, Ratu memanggil seorang punggawa kepercayaannya.

 Paman,  ujarnya,  para utusan tadi terasa amat menyanjung-nyanjung junjungannya. Bahwa pangeran itu tampan, kaya dan perkasa. Aku jadi ingin tahu, apakaah itu semua benar atau cuma bual belaka. Untuk itu aku membutuhkan bantuannmu.

 Apa yang mesti saya lakukan, Tuanku?  tanya si punggawa.  Nanti malam usahakanlah kau menyelinap secara diam-diam ke atas kapal asing itu. Selidikilah keadaan pangeran itu. Kemudian laporkan hasilnya kepadaku.

 Baik, Tuanku. Perintah Anda akan saya laksanakan sebaik-baiknya.  Ketika selimut malam turun ke bumi, si punggawa pun berangkat melaksanakan perintah junjungannya. Dengan keahliannya ia menyeberangi sungai tanpa suara. Lalu ia melompat naik ke atas geladak kapal yang sunyi. Dengan gerak-gerik waspada ia menghindari para penjaga. Dengan hati-hati ia mencari bilik sang pangeran. Sampai akhirnya ia berhasil menemukannya.

Pintu bilik yangsangat mewah itu tertutup rapat. Tetapi keadaan di dalamnya masih benderang, tanda sang pangeran belum tidur. Si punggawa mencari celah untuk mengintip kedalam, namun tidak menemukan. Maka akhirnya ia hanya dapat menempelkan telinga ke dinding bilik, mendengarkan suara-suara dari dalam.

Pada saat itu sebenarnya sang Pangeran Cina sedang makan dengan sumpit, sambil sesekali menyeruput arak dari cawan. Suara decap dan menyeruput mulutnya mengejutkan sipunggawa.  Astaga.. suara ketika makam mengingatkanku kepada  kepada apa, ya?  pikir si Punggawa sambil mengingat-ingat. Kemudian si Punggawa benar-benar ingat. Pada waktu ia berburu dan melihat babi hutan sedang minum di anak sungai. Suaranya juga berdecap-decap dan menyeruput seperti itu. Ia juga teringat pada suara dari mulut anjing dan kucing ketika melahap makanan.

 Ah ya   benar-benar persis   persis seperti suara yang kudengar! Jadi jangan-jangan..  Tiba-tiba mata si punggawa terbelalak. Seperti orang teringat sesuatu yang mengejutkan. Hampir serentak dengan itu ia pun menyelinap meninggalkan tempat bersembunyi. Ia meninggalkan kapal dan cepat-cepat kembali untuk melaporkan kepada Ratu Aji Bidara Putih.

 Kau jangan mengada-ada, Paman,  tegur Ratu setelah mendengar laporan punggawa itu. Saya tidak mengada-ada, Tuanku! Suaranya ketika makan tadi meyakinkan saya,   kata si punggawa.  Pangeran itu pasti bukan manusia seperti kita. Pasti dia siluman! Entah siluman babi hutan, anjing atau kucing. Pokoknya siluman! Hanya pada waktu siang ia berubah ujud menjadi manusia! Percayalah Tuanku. Saya tidak mengada-ada..

Penjelasan si punggawa yang meyakinkan membuat Ratu Aji Bidara Putihakhirnya percaya. Tidak lucu, pikirnya, kalau ia sampai menikah dengan siluman. Padahal banyak raja dan pangeran tampan yang telah meminangnya. Maka pada keesokan harinya dengan tegas ia menyatakan penolakannya terhadap pinangan pangeran itu.

Sang Pangeran amat murka mendengar penolakan Ratu Aji Bidara Putih. Berani benar putri itu menolaknya. Dalam kekalapannya ia segera memerintahkan pada prajuritnya untuk menyerang negeri Muara Kaman.

Para prajurit itu menyerbu negeri Muara Kaman. Kentara bahwa mereka lebih berpengalaman dalam seni bertempur. Para prajurit Muara Kaman terdesak, korban yang jatuh akibat pertempuran itu semakin bertambah banyak. Sementara para prajurit suruhan sang pangeran makin mendekat ke arah istana.

Ratu Aji Bidara Putih merasa sedih dan panik. Namun kemudian ia berusaha menenangkan pikirannya. Ia mengheningkan cipta. setelah itu ia mengunyah sirih. Kemudian kunyahan sepah sirih digenggamnya erat-erat. Lalu berkata,  Jika benar aku keturunan raja-raja yang sakti, terjadilah sesuatu yang dapat mengusir musuh yang sedang mengancam negeriku!

Serentak dengan itu dilemparkannya sepah sirih itu ke arena pertempuran  dan , astaga..lihatlah! Tiba-tiba sepah sirih itu berubah menjadi lipan-lipan raksasa yang amat banyak jumlahnya! Lipan-lipan yang panjangnya lebih dari satu meter itu segera menyerang para prajurit Pangeran Cina. Para prajurit itu menjadi ketakutan. Mereka lari tunggang-langgang dan kembali ke kapal.

Tetapi lipan-lipan itu tidak berhenti menyerbu. Tiga ekor lipan raksasa mewakili kelompoknya. Mereka berenang ke kapal, lalu membalikkannya hingga kapal itu tenggelam beserta seluruh penumpangnya dan isinya  Tempat bekas tenggelamnya kapal itu hingga kini oleh penduduk Muara Kaman disebut Danau Lipan. Konon, menurut empunya cerita, dulu di tempat ini sesekali ditemukan barang-barang antik dari negeri Cina.

itulah Cerita Legenda Ratu Aji Bidara Putih Rakyat Kalimantan Timur

8/15/2018 : Cerita Legenda Pulau Kapal (Belitung)

loading...
Cerita Legenda Pulau Kapal (Belitung). Dahulu, ada sebuah keluarga miskin bertempat tinggal di dekat sungai Cerucuk. Kehidupan keluarga tersebut sangatlah miskin. Mereka hidup dari mencari dedaunan maupun buah-buahan yang dalam hutan. Hasil pencahariannya dijual di pasar.

Keluarga tersebut mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kulup. Si Kulup senang membantu orang tuanya mencari nafkah. Mereka saling membantu. Meskipun mereka hidup berkekurangan namun tidak pernah merasa menderita.

Suatu ketika, ayah Si Kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung yang masih muda. Rebung itu dijadikan sayur untuk makan bertiga. Saat menebang rebung, terlihatlah oleh ayahnya Si Kulup sebatang tongkat yang berada pada rumpun bambu. Pak Kulup demikian orang menyebut ayah Si Kulup mengamati tongkat tersebut. Semula tongkat itu akan dibuang, tetapi setelah diperhatikan betul tongkat tersebut bertabur dengan intan permata, dan merah delima. Akhirnya tongkat itu diambilnya.

Pak Kulup berucap dalam hati karena gembiranya: Ini pertanda baik! Apakah ini tongkat Nabi Sulaiman atau harta karun? Aduhai. Saya jadi kaya mendadak sekarang ini.

Rebung tidak jadi dibawa pulang. Pak Kulup dengan perasaan was-was, takut membawa tongkat pulang ke rumah. Sesampai di rumah, didapatinya Si Kulup sedang tiduran sedang istrinya berada di rumah tetangga.

Si Kulup disuruh memanggil ibunya, tapi pemuda itu tidak mau. Ia baru saja pulang mendorong kereta. Badannya masih terasa lelah. Ia tidak tahu bahwa ayahnya membawa tongkat yang bertabur intan permata.

Pak Kulup pergi menyusul istrinya yang sedang bertandang di rumah tetangga. Pak Kulup dan Mak Kulup terlihat asyik bercerita menuju rumahnya. Sampai di rumah, mereka bertiga berunding tentang tongkat yang ditemukan tadi siang.

Pak Kulup mengusulkan supaya tongkat itu disimpan saja. Mungkin nanti ada yang mencarinya. Mak Kulup menjawab: Mau disimpan di mana. Kita tidak punya almari. Kemudian Si Kulup pun usul: Lebih baik dijual saja, supaya kita tidak repot menyimpannya.

Akhirnya mereka bertiga bersepakat untuk menjual tongkat temuannya. Si Kulup ditugasi untuk menjual tongkat tersebut ke negeri lain. Si Kulup pergi meninggalkan desanya. Tidak lama kemudian tongkat itupun telah terjual dengan harga yang sangat mahal.

Setelah Si Kulup menjadi kaya, ia tidak mau pulang ke rumah orang tuanya. Ia tetap tinggal di rantauan. Karena ia selalu berkawan dengan anak-anak saudagar paling kaya di negeri tersebut.

Si Kulup sudah beristri. Mereka hidup serba berlebihan. Si Kulup sudah lupa akan kedua orang tuanya yang menyuruh menjual tongkat.

Setelah bertahun-tahun mereka hidup dirantau, oleh mertuanya si Kulup disuruh berdagang ke negeri lain bersama istrinya. Si Kulup lalu membeli sebuah kapal besar. Ia juga menyiapkan anak buahnya yang diajak serta berlayar. Mereka berdua minta doa restu kepada orang tuanya agar selamat dalam perjalanan dan berhasil mengembangkan dagangannya.

Mulailah mereka berlayar meninggalkan daerah perantauannya. Saat itu Si Kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai Cerucuk mereka berlabuh. Suasana kapal sangat ramai karena suara dari binatang perbekalannya, seperti ayam, itik, angsa, burung.

Kedatangan Si Kulup di desanya terdengar oleh kedua orang tuanya. Sangatlah rindu kedua orang tuanya, terlebih-lebih emaknya. Emaknya menyiapkan makanan kesukaan si Kulup seperti : ketupat, rebung, belut panggang dan sebagainya. Kedua orang tuanya datang di kapal sambil membawa makanan kesukaan anaknya.

Sesampainya di kapal kedua orang tua itu mencari anaknya Si Kulup. Si Kulup sudah menjadi saudagar kaya melihat kedua orang tuanya merasa malu, maka diusirnyalah kedua orang tuanya. Buah tangan yang dibawa oleh emaknya pun dibuang. Saudagar kaya itu marah sambil berucap Pergi! Lekas pergi. Aku tidak punya orang tua seperti kalian. Jangan kotori tempatku ini. Tidak tahu malu, mengaku diriku sebagai anakmu. Apa mungkin aku mempunyai orang tua miskin seperti kau. Enyahlah, engkau dari sini!

Pak Kulup dan istrinya merasa terhina sekali. Mereka cepat-cepat meninggalkan kapal. Putuslah harapannya bertemu dan mendekap anak untuk melepas rindu. Yang mereka terima hanyalah umpatan caci maki dari anak kandungnya sendiri.

Setibanya di darat, emak Si Kulup tidak dapat menahan amarahnya. Ia benar-benar terpukul hatinya melihat peristiwa tadi. Ia berucap Kalau saudagar itu benar-benar anakku Si Kulup dan kini tidak mau mengaku kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam.

Selesai berucap demikian itu, ayah dan emak Si Kulup pulang ke rumahnya dengan rasa kecewa. Tidak berapa lama terjadi suatu keanehan yang luar biasa, tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya. Mula-mula kapal itu oleng ke kanan dan ke kiri, menimbulkan ketakutan yang luar biasa pada seluruh penumpangnya. Akhirnya kapal itu terbalik, semua penumpangnya tewas seketika.

Beberapa hari kemudian di tempat karamnya kapal besar itu, muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Pada waktu-waktu tertentu terdengar suara binatang bawaan saudagar kaya. Maka hingga sekarang pulau itu dinamakan Pulau Kapal

3/06/2016 : Cerita Motivasi Sang Tikus

loading...
CERITA LEGENDA DUNIA ~Seekor tikus mengintip di balik celah di tembok untuk mengamati sang petani Dan isterinya membuka sebuah bungkusan. Ada makanan pikirnya? Dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan. “Awas, Ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, Ada perangkap tikus di dalam rumah!”
Sang ayam dengan tenang berkokok Dan sambil tetap menggaruk tanah, mengangkat kepalanya Dan berkata, “Ya maafkan aku, Pak Tikus, aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak Ada masalahnya. Jadi jangan buat aku peninglah.”

Tikus berbalik Dan pergi menuju sang kambing, katanya, “Ada perangkap tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus di rumah!” “Wah, aku menyesal dengar kabar ini,” si kambing menghibur dengan penuh simpati, “tetapi tak Ada sesuatupun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu sentiasa Ada dalam DOA – doaku!”

Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. ” Oh? Sebuah perangkap tikus, jadi saya dalam bahaya besar ya?” kata lembu itu sambil ketawa. Jadi tikus itu kembalilah ke rumah, kepala tertunduk Dan merasa begitu patah hati, kesal Dan sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian.

Malam itu juga terdengar suara bergema diseluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsanya. Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa.

Ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.  Dia kembali ke rumah dengan demam. Sudah menjadi kebiasaan setiap orang akan memberikan orang yg sakit demam panas minum sup ayam segar, jadi petani itu pun mengambil goloknya Dan pergilah dia ke belakang mencari bahan-bahan untuk supnya itu.

Penyakit isterinya berkelanjutan sehingga teman-teman Dan tetangganya datang menjenguk, dari jam ke jam selalu Ada saja para tamu. Petani itupun menyembelih kambingnya untuk memberi makan para tamu itu.

Isteri petani itu tak kunjung sembuh. Dia mati, jadi makin banyak lagi orang-orang yang datang untuk pemakamannya sehingga petani itu terpaksalah menyembelih lembunya agar dapat memberi makan para pelayat itu.

*Moral kisah*:

Apabila Kita mendengar Ada seseorang yang menghadapi masalah; janganlah berpikir bahwa itu tidak Ada kaitannya dengan diri Kita, ingatlah bahwa sebuah perangkap tikus dapat menyebabkan seluruh ‘ladang pertanian’ ikut menanggung risikonya.

Ladang Pertanian Ibarat Lingkungan Kita Sehari-Hari. Berhentilah Mementingkan Diri Sendiri. Berhentilah Memikirkan Keselamatan Sendiri, karena sikap mementingkan diri sendiri lebih banyak keburukan dari baiknya. Mari Kita refleksikan sifat-sifat yang di wakili oleh si Ayam (Cuek) , si Lembu (Menertawakan orang lain), si Kambing (Munafik) atau si Ular (Lengah hingga terperangkap).

itulah sebagian cerita mitos ataupun fiksi disekitar kita, silahkan ada cari jugacerita dongeng bergambar disitus sahabat lainya, semoga kita semua bisa membacacerita dongeng rakyat dari luar negeri maupun nusantara yang semuakumpulan kisah cerita dongeng itu sangat menarik dan bisa menambah ilmu pengetahuan seperti cerita dongeng putri raja atau cerita dongeng anak-anak indonesia serta cerita dongeng bahasa inggris, yang semua sungguh menarik, luangkan waktu anda untuk membaca juga postingan sebelumnya yaitu Cerita Komik : Spiderman Nyalon

3/06/2016 : Cerita Komik : Spiderman Nyalon

loading...
CERITA LEGENDA DUNIA ~Spiderman Nyalon Peter Parker kegirangan. Nomer togel yang ia pasang tembus. Gak tanggung-tanggung, 4 angka sekaligus. Dalam perjalanan ke tempat bandar untuk mengambil uang, ia terus berpikir mau dipakai untuk apa uang tersebut nantinya. Yang jelas, berhubung selama ini hidupnya serba pas-pas-an, kemungkinan besar ia akan menggunakannya untuk membuka usaha.

Setelah memutar otak, akhirnya Peter memutuskan, ia akan membuka usaha salon! Ya, salon potong rambut. Kebetulan saat ini sudah mendekati musim panas. Pasti banyak orang yang akan potong rambut agar tidak gerah, pikirnya.

Begitulah.

Tidak sampai seminggu salon yang diimpikan telah usai dibangun. Maklum, ia minta bantuan kepada Flash yang bisa bergerak secepat kilat itu. Salon itu ia beri nama “Salon SiLabi”, singkatan dari “Si Laba-laba Imut”.

Selain mempersiapkan peralatan-peralatan salon, Peter turut ‘menyesuaikan’ penampilannya. Karena ia tahu salon tersebut baru akan laku apabila Spiderman sendiri yang menjadi tukang potongnya, ia pun mengenakan kustom merah birunya. Ia juga membuat wig rambut panjang dari jaring laba-labanya, menatanya dengan tren 2010, dan mengenakannya. Gak lucu dong kalau ada tukang potong yang gundul.

Begitulah.

Salon SiLabi ternyata laku keras. Branding Spiderman ditambah dengan momen pembukaan serta lokasi salon yang tepat terbukti sebagai adonan kesuksesan yang tepat. Tidak kurang 100 pengunjung tiap harinya harus Peter layani. Dari yang sekedar ingin keramas, creambath, mengeriting rambut, potong botak, shaggy, hingga memanjangkan rambut (emang bisa?). Yang jelas, hampir setiap hari salonnya penuh sesak dengan pelanggan yang antri.

Suatu hari, Bruce Wayne lewat di depan salon Silabi. Tertarik dengan kelarisan salon Spidey, otak bisnis Bruce mulai bekerja. Ia segera menghubungi Alfred untuk mengurus pembangunan salon potong rambut yang baru, dengan peralatan yang lebih canggih dan lokasi tepat di seberang salon milik Peter. Salon tersebut ia beri nama salon “Sikeli”. Singkatannya? Tentu saja, “Si Kelelawar Imut”.

Untuk memberi nilai tambah pada salonnya, agar dapat membajak pelanggan-pelanggan Silabi, Bruce tidak hanya mengenakan kostum Batman-nya. Ia juga memanfaatkan kepandaiannya untuk menciptakan robot pemotong rambut otomatis! Dengan robot ini, orang tinggal duduk manis di kursi, tekan tombol pilihan potongan rambut yang diinginkan, dan dalam 5 menit, langsung beres. Praktis kan? Supaya keren, Bruce memberi nama robotnya “RPRSKDSC v1.14254″.

Untuk mempromosikan salon barunya, Bruce memasang papan iklan yang cukup besar. Tertulis, “Salon Sikeli - Potong Rambut Kilat, Gak Pake Antri”

Begitulah.

Tidak lama, pelanggan salon Silabi sedikit demi sedikit berpindah ke salon Sikeli. Dan memang, kecanggihan robot tersebut terbukti. Siapa saja, potongan apa saja, diselesaikan dalam waktu 5 menit. Benar-benar gak pake antri. Si Batman pun gak perlu repot-repot melayani pelanggan. Ia cuma duduk di belakang kasir sambil ngitung penghasilan.

Selang beberapa hari, otak bisnis Bruce kembali berputar. Kalau buka 1/2 hari aja keuntungannya sebesar ini, bagaimana jika buka 24-jam non-stop yah?

Begitulah.

Salon Sikeli kemudian dibuka 24 jam. Non-stop. Pengunjung pun terus mengalir, siang malam. Demikian pula kantong Batman, semakin lama semakin tebal.

Tanpa disadari, karena diforsir untuk bekerja tanpa beristirahat, robot RPRSKDSC mulai berulah. Bagian dalamnya kepanasan dan menyebabkan ada 1 sirkuit yang putus. Akibatnya, hasil pemotongan rambut menjadi kacau. Ada yang minta dikeriting malah jadi gundul, ada yang minta di-shaggy malah dikasih konde, ada yang minta creambath malah dikitik-kitik, hehehe. Bruce sendiri yang terlalu sibuk dengan mesin kasirnya sama sekali tidak memperhatikan keadaan itu.

Berbeda dengan Peter. Sejak salonnya sepi, ia jadi banyak bengong di trotoar. Melihat akhir-akhir ini banyak orang yang keluar dari salon saingannya sambil ngedumel, ia pun curiga bahwa ada yang tidak beres di sana. Dengan memanfaatkan pendengaran supernya, ia menguping omelan mereka dan mengetahui masalah yang terjadi di salon Sikeli.

Setelah berpikir sejenak, Peter masuk ke dalam salon. Sejenak kemudian ia keluar sambil membawa papan iklan bertuliskan, “Salon Silabi - Merapikan Potongan Rambut Yang Kacau”. Papan tersebut ia letakkan di dekat salon Sikeli. Tidak lupa ia gambarkan arah panah yang menuju ke salonnya.

Cara ini ternyata tokcer. Pelanggan salon Sikeli yang kecewa dengan layanan robot si Batman, begitu melihat papan iklan tersebut, langsung berjalan menuju salon Silabi. Sedikit demi sedikit, pengunjung salon Sikeli berkurang, dan sebaliknya, salon Silabi kembali laris.

source;http://dongengmotivasi.com/spiderman-nyalon.htm
itulah sebagian cerita mitos ataupun fiksi disekitarkita, silahkan ada cari jugacerita dongeng bergambar disitus sahabat lainya, semoga kita semua bisa membacacerita dongeng rakyat dari luar negeri maupun nusantara yang semuakumpulan kisah cerita dongeng itu sangat menarik dan bisa menambah ilmu pengetahuan seperti cerita dongeng putri raja atau cerita dongeng anak-anak indonesia serta cerita dongeng bahasa inggris, yang semua sungguh menarik, luangkan waktu anda untuk membaca juga postingan sebelumnya yaitu Cabi Belajar Berenang Cerita Dongeng Motivasi Terbaik

3/06/2016 : Cabi Belajar Berenang Cerita Dongeng Motivasi Terbaik

loading...
CERITA LEGENDA DUNIA ~Cabi Belajar Berenang Cerita Dongeng Motivasi Terbaik,Kisahnya Sudah 3 jam 20 menit lebih Cabi duduk termangu di pinggir sungai. Ia sibuk mengamati ketiga temannya — Ciplak Bebek, Ciplik Bebek, dan Cipluk Bebek — yang sedang berenang.

Iri.

Ingin rasanya ia juga ikut menceburkan diri ke sungai yang dingin dan jernih itu, dan ikut berenang dengan gaya kupu-kupu, mengejar bebek-bebek tersebut. Selama ini orang babi tuanya hanya mengajarkan cara untuk berguling-guling di lumpur dengan baik dan benar. Gak pernah sekalipun mereka menyinggung masalah berenang.

“Lagi ngapain Bi?”, sapa Libi si Musang yang tiba-tiba muncul dari balik batu.

“Itu”, jawab Cabi sembari menghela nafas dalam-dalam, “aku ingin bisa berenang seperti bebek-bebek itu.”

“Apalagi itu, si Cipluk”, lanjutnya. Hidungnya diarahkan ke arah Cipluk Bebek. “Ia bahkan bisa berenang hanya dengan menggunakan paruhnya.”

Libi terdiam. Berpikir. Sejenak kemudian matanya berkilau dan senyumnya tersungging.

“Mau aku ajarin berenang? Aku jago loh, waktu SD aja juara berenang tingkat kecamatan.”

Cabi menoleh ke arah Libi. Secercah harapan hadir di benaknya.

“Sungguh? Kamu sungguh-sungguh mau mengajari aku berenang?”, tanya Cabi tak percaya. Ekor pendeknya yang ikal mulai berputar-putar. Tanda ia sedang kegirangan.

“Yo’i”, jawab Libi dengan gaya sok gaul. “Tapi gak gratis, bos. Sekali belajar biayanya 2 juta rupiah. Itu belum termasuk ongkos transportasi, akomodasi, dan PPN.”

Cabi mencoba mengingat-ingat deretan angka di buku tabungannya. Sejak kecil, tiap hari ibunya selalu memberikan uang jajan. Dan sebagian dari uang tersebut selalu ia sisihkan dan ia tabung untuk biaya kuliah nanti. Cita-citanya adalah berkuliah dan menjadi lulusan UNBIT (UNiversitas BabI Teladan) agar ayah dan ibunya bangga.

“Baiklah, aku setuju!” jawab Cabi. Keinginan muliannya dalam sekejab tergerus oleh nafsu dan hasratnya untuk bisa berenang. Seperti ketiga temannya.

Beberapa saat kemudian mereka berdua pun kembali ke rumah masing-masing setelah berjanji untuk berkumpul kembali di tempat yang sama tiga hari lagi.

Bu Gembul gelisah. Ia kepikiran dengan kata-kata anaknya, Cabi, tadi pagi yang mengatakan kalau siang ini ia mulai kursus berenang bersama Libi Musang. Bagaimana tidak khawatir apabila reputasi Libi yang super licik itu sudah menjadi rahasia umum bagi seluruh penghuni hutan.

Tidak tahan lagi, akhirnya Bu Gembul memutuskan untuk pergi ke sungai, ke tempat yang diberitahukan oleh Cabi tadi pagi. Sesampainya di sana ia terlonjak kaget dan hampir terguling jatuh ke sungai, seandainya saja ia tidak berpegangan ke dahan pohon rambutan yang ada tepat di sampingnya.

Ya, pemandangan yang ia lihat adalah si Cabi, anaknya, sedang asyik bermain-main di tengah sungai dengan menggunakan ban pelampung yang diikatkan ke pohon beringin di tepi sungai. Libi sendiri sedang berleha-leha di bawah pohon tersebut sambil mendengarkan iPod.

“Apa-apaan ini?!”, teriak Bu Gembul.

Libi terlonjak. Kerasnya volume iPod-nya ternyata masih kalah dengan volume suara Bu Gembul yang sedang emosi.

Buru-buru ia mematikan iPod, melepas earphone, dan memasukkan keduanya ke dalam saku celananya. Ia mendatangi Bu Gembul sambil berusaha tersenyum manis.

“Ya, ada apa Bu Gembul?”

“Kata Cabi, kamu mau mengajari anakku berenang. Mana buktinya? Kalau hanya menggunakan pelampung seperti itu, Soni Semut juga bisa.”, omel Bu Gembul.

Libi melirik sepintas ke arah Cabi yang masih asik bermain air. Namun belum sempat ia membuka mulutnya untuk memberikan penjelasan, bu Gembul sudah melanjutkan omelannya ke jilid dua.

“Aku tidak mau tahu. Pokoknya sekarang, kamu harus ikut nyemplung juga ke sungai, dan ajari Cabi berenang yang benar.”

Libi mendesah pelan. “Mati aku”, gumamnya, “aku kan gak bisa berenang.”

“Tapi bu…”

Libi membatalkan niatnya untuk membantah saat melihat Bu Gembul memungut sebatang dahan pohon dengan ukuran XL di tanah. Ia merinding membayangkan kepalanya digetok dengan menggunakan dahan tersebut.

Dengan langkah gontai ia berjalan menuju sungai dan masuk ke dalam air. Susah payah, ia akhirnya bisa mencapai tengah sungai, tempat dimana Cabi sedang mempraktikkan ilmu si Cipluk, berenang dengan menggunakan moncong.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah selatan sungai. Keras. Memekakkan telinga.

Ketiganya terkaget-kaget. Namun kekagetan tersebut langsung berubah menjadi kepanikan saat Eli Elang melesat di langit dengan cepat sambil berteriak, “AWASSSS!!!! BENDUNGAN AMBRUKKK!!!! CEPAT MENYINGKIR DARI SUNGAIIIII!!!!”

Tanpa buang waktu, Bu Gembul langsung meraih tali pelampung Cabi dan sekuat tenaga menariknya ke pinggir sungai.

“Ayo Cabi, dorong tubuhmu ke sini”, teriaknya, memberi semangat agar Cabi cepat tiba di pinggir sungai.

Libi panik. Untuk bertahan mengapung di air saja ia sudah kewalahan, apalagi kalau sekarang harus buru-buru berenang ke pinggir. Tangannya menggapai-gapai, mencoba keberuntungan, siapa tahu bisa meraih ban pelampung Cabi.

Tapi usahanya sia-sia.

Gemuruh terdengar semakin dekat dan arus air mulai bergerak semakin deras.

Bu Gembul yang sudah berhasil menyelamatkan Cabi segera melemparkan ban pelampung tersebut ke arah Libi.

“Pegang pelampung itu Libi! Aku akan menarikmu!”

Sayang, lemparan ban tersebut agak kurang tepat sasaran. Ban jatuh dua meter dari posisi Libi berada. Dengan kepanikan yang makin melanda, Libi berusaha keras untuk meraih ban tersebut.

1 meter lagi.

80 cm lagi.

50 cm lagi.

20 cm lagi.

5 cm lagi.

BYARRRRR!!!! Gelombang air deras muncul dengan tiba-tiba, menyeret tubuh Libi yang sudah hampir menggapai ban.

“Tolongggg!!!!”, teriaknya.

Bu Gembul dan Cabi terpaku. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Keduanya hanya bisa terdiam melihat tubuh kurus Libi yang terombang-ambing arus sungai, melaju ke arah air terjun yang ada sekitar 1km di depan.

bersambung…

Moral Cerita / Bahan Renungan:

"Jika ingin menuntut ilmu, tuntutlah dari orang yang memang terbukti pintar dan menguasai ilmu tersebut"

source ; http://dongengmotivasi.com/cabi-belajar-berenang.htm

demikianlah kisah cerita dongeng terpopuler dan terbaik, semoga manfaat untuk kita semua, baca juga postingan sebelumnya yaitu cerita Legenda Rakyat Naga Hijau Dari Mordiford

11/21/2014 : Asal-Mula Cerita Legenda Wisata Rawa Pening

loading...
Asal-Mula Cerita Legenda Wisata Rawa Pening,Alkisah di jaman dahulu kala, di Pulau Majeti ada seorang pertapa bernama Sang Aji Saka, dengan didampingi empat orang sahabatnya yaitu bernama: Dugo, Dora, Prayoga, Sembada. Terdorong oleh keinginan yang membara Sang Aji Saka ingin pergi ke pulau Angejawi (Jawa) dengan diikuti tiga sahabatnya Dugo, Prayoga dan Dora. Sedangkan Sembada ditugaskan di pertapaan menunggu keris pusaka Sang Aji Saka.

Pesan Sang Aji Saka kepada Sembada: sepergi saya ke pulau Jawa, siapapun orangnya tidak boleh mengambil keris pusaka, kecuali Sang Aji Saka sendiri. Dan Sembada teguh memegang pesan dan janji sebagaimana yang diamanatkan oleh Sang Aji Saka. Perjalanan Sang Aji Saka sampai di Pulau Jawa. Pada waktu itu keadaan di pulau Jawa sedang terjadi malapetaka dan huru-hara, karma adanya seorang raja dari negara Medang Kamolan yang berjejuluk Prabu Dewata Cengkar, yang tak henti-hentinya memakan daging manusia laki-laki.

Sehingga kehidupan masyarakat di pulau Jawa semakin gonjang-ganjing, dan masyarakatnya banyak yang mengungsi ke hutan-hutan dan gunung-gunung untuk menyelamatkan jiwa raganya.
Konon perjalanan Sang Aji Saka sampai di Pulau Jawa dan sudah berada di Kerajaan Medang Kamolan dan menginap di rumah seorang janda yang terkenal.

Kala itu Prabu Dewata Cengkar dengan seluruh punggawanya sampai di rumah janda cantik. Dan langsung rumah janda itu didobraknya. Perasaan janda sangat takut bukan kepalang, jangan-jangan sudah tahu kalau Sang Aji Saka menginap di rumahnya akan dimakannya. Kala itu Sang Aji Saka, maju perlahan-lahan dengan tenangnya menemui Prabu Dewata Cengkar dan menyambutnya dengan salam kehormatan. Seketika itu pula Prabu Dewata Cengkar dengan suara gemuruh menyuruhnya Sang Aji Saka untuk pulang ke Pulau Majeti, bila tidak mau pulang akan dimakan hari ini juga. Ternyata Sang Aji Saka tidak mau pulang dan siap menerima untuk dimakan oleh Prabu Dewata Cengkar.

Dengan muram Prabu Dewata Cengkar melihat Aji Saka langsung pulang ke Istana Negara Medang Kamolan, dan para prajurit serta hulubalang segera menangkap Aji Saka untuk dibawa ke Medang Kamolan untuk diproses kematiannya. Sebelum Aji Saka dimakannya, terlebih dahulu diberinya kesempatan, Aji Saka untuk  menyampaikan sesuatu, karena Prabu Dewata Cengkar masih menghormati bahwa Aji Saka adalah seorang pertapa. Sang Aji Saka hanya meminta secuil tanah seluas destar (udeng) yang dipakai Aji Saka.

Jawab Sang Prabu dengan kerasnya: “Untuk apa secuil tanah tersebut?”. Jawab Aji Saka: “Akan dibuatnya lobang, yang nantinya untuk menimbun tulang-tulang yang tersisa” . Permintaan Aji Saka, tanah yang seluas destar itu harus berada di halaman alun-alun kerajaan yang berdekatan dengan pesisir lautan.

Keesokan harinya sekitar pukul 06.00 diadakan upacara kehormatan atas terkabulnya permintaan Aji Saka. Kala itu Aji Saka melepas destarnya dan diletakkan di halaman alun-alun, sedangkan Prabu Dewata Cengkar tidak boleh menyentuh destar tersebut. Aneh dan ajaibnya setelah destar diletakkan di alun-alun, destar tersebut semakin meluas dan melebar dan semakin berkembang. Apa yang hendak dikata, melebar dan meluasnya ‘Destar/Udengnya Sang Aji Saka’, Prabu Dewata Cengkar semakin terdesak oleh destar tersebut, sehingga seluruh tubuh Prabu Dewata Cengkar tercebur ke dalam samudra selatan atau Segara Kidul. Eloknya keadaan tubuh sang prabu dewata cengkar berubah menjadi “Seekor Buaya Putih”,  orang jawa menyebut “Bajul Putih”, dan menyatu dengan buaya-buaya putih yang jumlahnya ribuan. Dan Buaya Putih Prabu Dewata Cengkar diangkat menjadi rajanya.

Dulu menjadi raja manusia, sekarang menjadi raja buaya, kala itu Sang Aji Saka hanya termenung melihat kejadian alam di dalam samudra kidul. Sewaktu Sang Aji Saka berjalan-jalan dipinggir pantai segara kidul di sebelah alun-alun Kerajaan Medang Kamolan, tanpa ada tanda-tanda, menyeranglah Bajul Putih dengan dahsyatnya dan terjadilah peperangan hebat dengan Aji Saka.

Bajul Putih merasa tidak dapat mengimbangi kekuatan sang Aji Saka, segera seluruh bajul putih yang ribuan jumlahnya untuk mengeroyok Sang Saka. Seluruh buaya dapat dikalahkan dengan sekejap, yang masih hidup karena ketakutan banyak yang masuk ke dalam samudra kembali. Buaya-buaya putih yang sudah berbangkai ditumpuk sepanjang pantai dan diberinya nama Gunung Kapur Selatan.

Kemenangan Sang Aji Saka menjadi kebanggaan seluruh rakyat Medang Kamolan, rakyat yang dulu takut dan sedih kini menjadi gembira dan merasa aman. Rakyat yang berlindung di hutan-hutan dan di gunung-gunung kini pulang ke kampung halamannya dan bertemu dengan sanak keluarganya. Dan Sang Aji Saka dinobatkan menjadi raja di Negara Medang Kamolan.

Gelar yang diberikan adalah “SANG MAHA PRABU AJI SAKA” Prabu Aji Saka memerintah dengan arif bijaksana, hambeg para amarta, dilengkapi dengan sabda pandita raja dan teguh memegang pusaraning keadilan. Damailah rakyat Medang Kamolan. Tepat pada hari Respati manis Sang Prabu Aji Saka menggelar Pasewakan agung yang dihadiri lengkap para menteri bupati dan brahmana serta senapati perang kerajaan Medang Kamolan. Tak ketinggalan pula sahabat kinasihnya yaitu Duga, Prayoga, dan Dora.

Setelah memberikan ajaran-ajaran dan petunjuk kesegenap yang hadir di Pasewakan, Sang Prabu Aji Saka memerintahkan kepada Dora untuk berangkat ke Majeti untuk mengambil keris pusaka di pertapaan untuk dibawa pulang ke Medang Kamolan sebagai pusaka kerajaan. Tanpa meniawab sepatahpun, Dora mohon pamit dan langsung berangkat ke Majeti untuk menemui sahabatnya Sembada.

Sesampainya di pulau Majeti, Dora bertemu dengan Sembada yang sudah sudah lama berpisah dan kala itu juga saling melepas rasa kerinduannya.  Selanjutnya Dora menyampaikan seluruh pesan Sang Prabu Aji Saka tanpa ada yang tertinggal, terutama tentang tugasnya untuk mengambil keris di pertapaan. Sembada merasa kaget mendengar keris akan diambil oleh Dora karena sepengetahuannya Sang Aji Saka sendirilah yang akan  mengambil keris tersebut. Maka bersikukuhlah Sembada tidak akan memberikan keris kepada Dora. Terjadilah pertengkaran mulut diantara keduanya dan berlanjut pada pertempuran fisik. Akhirnya mereka berdua mati bersama dalam pertempuran sengit tersebut. Kematian ini oleh orang jawa disebut sebagai “‘mati sampyuh “.

Suasana alam perti berkabung, matahari tidak mengeluarkan sinar dibarengi dengan hujan gerimis kecil putih-putih. Kala itu juga Sang Aji Saka keluar dari istana, menatap langit, samodra kidul dan memanggil para brahmana untuk bersantiaji Keprabon. Di malam harinya Sang Prabu Aji Saka mendapat ilham Ha, Na, Ca, Ra, Da, Ta, Sa, Wa, La, Pa, Dha, Ja, Va, Nya, Ma, Ga, Ba, Tha, Nga, Sampai sekarang di jaman modern seperti sekarang ini, kita orang Jawa harus selalu berfilsafat dengan ajaran: Ha, Na, Ca, Ra, Ka, dst … yang berarti, apakah yang kita ketahui tentang Ha,Na,Ca … dst sebagai konsep atau idea ajaran kearifan orang jawa yang bersumber dari karya susastra jawa yang berlandaskan dengan keluhuran Cipta, Rasa, Karsa, Budi, Karya yang menjelma kedalam konsep pakarti berketahanan “Budaya Bangsa”. Sehingga orang suku Jawa yang rnenyebar di seluruh pelosok tanah air jangan sampai meninggalkan warisan leluhurnya.

Setelah sang prabu membeberkan tentang ilham tersebut ke seluruh yang hadir di pasewakan, sang maha prabu mengajak seluruh punggawa kerajaan untuk berinkognito (turba) atau turun ke desa-desa. Dengan warna baru sang prabu melihat kerajaan Mendang Kamolan yang ternyata keadaan negaranya “panjang punjung, pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, karta tata tur raharja”.

Matahari terus bergulir menuju kodrati-Nya hari semakin sore, setelah istirahat sejenak, di kala itu segera Sang Prabu Aji Saka memerintahkan ke segenap yang ada di situasi itu untuk membuat tenda-tenda alami (bivoac) yang terbuat dari daun-daun, dan dari kayu yang alami untuk beristirahat untuk persiapan tenaga di esok harinya. Saat para hulubalang beristirahat total, di sore harinya Sang Prabu Aji Saka berkelana seorang diri sambil menikmati udara sore menatap cakrawala yang terselubung mendung tipis serta ditutupi kabut gerimis seperti salju semakin meresap ke sumsum tulang.

Sambil menikmati keindahan alam di Negara Medang Kamolan sampailah posisi Sang Prabu Aji Saka di desa yang paling terpencil hampir berdekatan di pinggir hutan, sayup-sayup terdengar lantunan lesung yang jumengglung yang kadang kala diiringi bertenggernya ayam jantan. Hati Sang Prabu semakin penasaran ingin mencari dimana tempat suara itu berada.

Ternyata dilihatnya bahwa lesung itu ternyata seorang wanita cantik sedang menumbuk padi di gubuk belakang rumahnya, yang didampingi seekor ayam jantan. Sang Prabu Aji Saka semakin mendekat dan diintainya wanita penumbuk padi itu dari sela-sela lobang dinding bambu yang sudah setengah reot itu.

Dengan asyiknya wanita cantik itu menumbuk padi dan secara diam-diam Sang Prabhu Aji Saka melihat dan mengamati dari dekat wanita tersebut dan ternyata wanita ini memiliki kecantikan yang luar biasa  bagaikan dewi dari kahyangan. Begitu sang Prabhu Aji Saka melihat kecantikan wanita ini, maka munculah perasaan cinta yang tidak bisa tertahankan, dan pada akhirnya secara tidak sengaja Sang Prabhu Aji Saka mengeluarkan cairan dari tubuhnya yang membasahi tanah setempat.

Sang Prabu Aji Saka perlahan-lahan beranjak dari tempatnya berada, sambil melangkah dengan perasaan berat untuk meninggalkan tempat itu, kemudian sang prabu memberi kode aji saka yang digoreskan pada dinding bambu. Dan meninggalkan tempat tersebut, sebagai kenangan tempat wanita cantik yang menumbuk padi.

Sepeninggal Sang Aji Saka dari tempat itu, wanita cantik penumbuk padi tidak mengetahui kejadian di lingkungan lesung tersebut, kecuali si ayam jagonya yang menggodanya, maka dipukullah ayam jago itu dengan tangkai padi oleh sang prabu, sambil melompat setengah terbang si ayam jago bersuara keeoooook, jatuh tepat di tempat Sang Prabhu Aji Saka sewaktu mengintip wanita cantik penumbuk padi. Anehnya si ayam jago melihat sebutir putih seperti  beras itu lalu dipatuknya kemudian ditelannya dan kembali lagi ke lesung.

Dan disaat yang bersamaan wanita cantik ini berkemas-kemas akan meninggalkan tempatnya menumbuk padi. Sang putri masuk ke rumahnya dan langsung menuju ke pedharingan/genthong tempat menyimpan beras, setelah selesai pergilah sang putri ke sumur untuk mandi, dan kala itu bersamaan si ayam jago masuk ke dalam kandang, memang waktu itu hari sudah masuk ke saat senja menjelang malam.

Matahari sudah masuk ke cakrawala dan malam telah mengganti suasana waktu. Dengan bergesernya waktu, kala semakin malam sang putri mulai tidur, namun tidak dapat memejamkan mata (tidur-tidur ayam) entah apa yang terjadi sepertinya ada sesuatu yang tidak dapat diterjemahkan. Semakin gaduh perasaan sang putri terdengarlah bertenggernya si ayam jago yang melengkapi semakin risaunya emosi sang putri. Si ayam jago semakin berulang-ulang bertengger dan terdengarlah bertenggernya si ayam jago dengan suara ngungkung lenturan panjang sepertinya dengan disertai seluruh tenaganya.

Dengan perasaan semakin gusar bangunlah sang putri dari tempat  tidurnya dan keluar mengambil segenggam daun kelapa kering dan disulutnya ujung daun kelapa itu. Perlahan sang putri menuju kandang ayam jagonya, ternyata si jago tidak lagi berada pada tempat pagakan/pangkringannya tetapi berada di tanah dengan keadaan “Ndekem”. Terkejut hati sang putri lalu di ambilnya si ayam jago dan diletakkan di pagakan tempat tidurnya. Anehnya selesainya sang putri meletakkan kembali si jago ke pagakan, ternyata tempat ndekemnya si ayam jago tadi ada sebutir telur putih besar lonjong sebesar telur angsa.

Dengan hati senang campur iba, aneh tapi nyata. Unik dan menarik dibawanva telur pulang dan dimasukkan ke dalam genthong tempat menyimpan beras. Tujuh hari kemudian, saat sang putri mengambil beras untuk ditanak, tangan sang putri menyentuh sesuatu dan sang putri tanpa rasa takut sama sekali, malah dibelai dengan mesranya.

Dengan perasaan iba sang putri melihatnya, ternyata seekor ular sowo kembang yang berbau wangi, dengan rasa cinta diambilnya ular itu di pinang dan dibawa ke tempat tidurnya. Sang putripun tidak jadi untuk menanak nasi, seolah sudah merasa kenyang. Di manja, dipeluk, dan diciumnya, si sowo kembang dengan tak henti-hentinya seolah seperti sang bayi yang baru lahir dari kandungan sang putri.

Di pagi hari si sowo kembang, ingin keluar untuk melihat suasana dan diikuti oleh sang putri sebagai pengganti ibunya. Sampailah sowo kembang di tempat  lesung dan bermain-main seolah-olah ada sesuatu bagi dirinya. Kala itu sowo kembang tidak mau pindah dari dinding reot, dan di tempat itulah si sowo kembang dapat berbicara layaknya manusia, dan bertanyalah si sowo kembang kepada sang putri. Semula mau melontarkan pertanyaan ini agak termangu-mangu, tetapi terdorong rasa yang kuat akhirnya terlontarlah sebuah pertanyaan dengan nada yang datar, “Sang putri, siapakah sebenarnya ayahku ini?”. Dengan menoleh ke dinding reot itu sang putri menjawab, wahai ular sawo kembang yang perkasa, ayahmu adalah seorang pertapa agung, di gunung urung-urung yang bernama AJI SAKA, yang sebenarnya petapa dan juga adalah seorang raja. Dengan tanpa dipikir panjang si sowo kembang langsung mohon doa restu untuk menuju ke gunung urung-urung seketika di lingkungan pertapaan berbau wangi, dan terkejut hati sang Aji Saka.

Dengan tanpa menunggu waktu lama datanglah si sowo kembang menghadap sang maha muni, dengan menghaturkan sembah sungkem, bersamaan itu pula keluarlah suara bernada geram Sang Aji Saka, “Siapakah kamu ini?”. Jawab Sowo Kembang: “Saya diperintah oleh ibu penumbuk padi untuk datang kesini, sebab sang pertapa adalah ayahku”.  Mendengar putri penumbuk padi terkejutlah sang Aji Saka dan teringat terhadap peristiwa lamanya. Jadi kedatanganmu kesini sebenarnya mau apa? Kedatangan saya kesini adalah:

    Dengan hormat, Sang Pertapa untuk memberiku sebuah nama, agar aku senang dengan nama itu.
    Sang Pertapa berkenan untuk mengakui bahwa hamba adalah keturunan dari sang maha muni.

Sang Aji Saka memegang leher sowo kembang dan dikalungkannya sebuah klinthing dan diberilah nama “NAGA BARU KLINTHING”, dan bersabdalah sang wiku “asma kinarya japa”. Dan si Naga Baru Klinthing akan diakui sebagai anak apabila tubuhnya dapat melingkari gunung urung-urung ini dengan tuntas, artinya kepala dan ekornya dapat bertemu menjadi satu (jawa: tepung gelang).

Dengan bangga berangkatlah Naga Baru Klinthing setelah mohon doa restu untuk melingkari gunung urung-urung tersebut. Dengan penuh perjuangan untuk melingkari gunung urung-urung ternyata setelah di depan Sang Aji Saka bertapa ternyata Naga Baru Klinthing tidak dapat mempertemukan antara ekor dan kepalanya. Dengan cerdiknya Naga Baru Klinthing menjulurkan lidahnya dan ternyata dapat berhasil. tapi apa yang terjadi. begitu Sang Aji Saka melihatnya, seketika diambilnya keris yang ampuh langsung dipenggalah lidah si Naga Baru Klinthing dan putus seketika.

Potongan lidah Naga Baru Klinthing melesat ke angkasa dan suara alam mengiringi dengan tanda gaib yang mengerikan. Naga Baru Klinthing setelah terpenggal lidahnya, tubuhnya bergerak di dalam tanah di sekitar gunung urung-urung yang akhirnya tanah menjadi gundhukan (bukit kecil) dan langsung di malam itu diiringi oleh suara halilintar serta kilat thathit yang mengerikan, bersamaan suara guruh di angkasa yang mencekam, dari jauh suara gelombang tsunami samudra yang seolah menggulung jagad. Sirepnya suara alam yang mengerikan tadi, hadirlah “MANUSIA BAJANG” , (jawa bocah bajang, bocah kerdil) akan berkelana di sekitar desa.

Konon masyarakat desa tersebut akan merayakan hari bersih dusun, dan beramai-ramailah masyarakat dusun untuk membersihkan halaman rumah dan lorong-lorong jalan, serta lingkungan gundhukan tanah yang dekat dengan jalan itupun diratakan agar tidak menutupi jalan. Saat seorang pekerja yang menebang kayu di sekitar gunung urung-urung, memecok akar kayu keluarlah darah yang memancar, dan terkejutlah orang-orang di dekatnya. Kala itu membuat penasaran seluruh orang-orang yang bekerja gotong royong tersebut. Dan dibongkarlah seluruh gundhukan tanah yang melingkar, ternyata daging binatang besar.

Tidak berpikir panjang di potong-potonglah daging tersebut untuk dibawa ke rumah masing-masing persiapan untuk pesta di hari bersih dusun. Masyarakat sangat senang hatinya karena diacara bersih dusun kali ini, lauk pauknya dengan serentak menggunakan daging. Di saat masyarakat memasak daging didatangi oleh manusia bajang, dari rumah ke rumah, yang dengan sengaja meminta makan lengkap dengan lauk pauknya.

Ternyata tidak satu keluargapun yang mau memberi makan kepada si bocah bajang tersebut, bahkan diusirnya. Berjalan dengan tenanglah bocah bajang dari rumah ke rumah, dan sampailah ke rumah yang berada di sudut desa terpencil tepatnya di pinggir desa di sela-sela hutan kecil dan rawa-rawa. Dialah si janda tua renta, dalam gubuk kecil yang rajin dan bersih dipagari dengan bunga-bunga indah juga terhiasi oleh kukusnya dupa sesaji. Janda tua sedang memasak daging yang nantinya akan dibawa untuk bersih dusun, datanglah bocah bajang meminta makan lengkap dengan lauk pauknya.

Dengan lahapnya nasi dihabiskan, tak sepotong dagingpun ada yang dimakannya, dan ditinggalkan di dalam piring sambil berpesan, bersiap-siaplah sang nenek dengan enthong yang bertangkai panjang serta lesung yang nanti akan besar manfaatnya. Bersama kata akhir itu menghilanglah si bocah bajang tersebut. Si nenek tua merenung sebentar, sebenarnya si nenek adalah wanita ahli bersemedi, langsung mohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberinya perlindungan. Di waktu itu malam sudah berlalu, di pagi harinya seluruh masyarakat mulai berkumpul di balai dusun untuk melaksanakan upacara bersih dusun, lengkap dengan sesaji, makanan serta pauk pauknya.

Dikala ujub kenduri sedang berlangsung, datanglah si bocah bajang dengan suara lantang “Hentikan dulu ujub kenduri ini”, sebab akan diberinya sebuah sayembara untuk memeriahkan acara bersih dusun tersebut. Sayembaranya adalah: “barang siapa yang dapat mencabut lidi yang saya tancapkan di halaman balai dusun ini, saya bersedia untuk dipotong-potong badannya, tetapi bila tidak dapat mencabutnya seluruh masakan daging ini akan saya rampas semua tanpa terkecuali”.

Masyarakat yang sedang melaksanakan kenduri bersih dusun menjadi berang dan marah mendengar sayembara si bocah bajang tersebut. Keluarlah seluruh masyarakat yang sedang berpesta pora ke halaman balai dusun, dan melingkari si bocah bajang berusaha untuk mencabut lidi yang ditancapkannya. Setelah satu persatu mencabut, tak ada yang berhasil juga. Akhirnya berkelompoklah masyarakat untuk mencabut lidi yang tertancab. namun hasilnya pun sia-sia.

Dengan serentak masyarakat menyuruhnya si bocah bajang untuk segera mencabut lidi yang tertancap. Perasaan haru bercampur gundah, dengan tangan kirinya lidi itu dipegangnya. Wajah menatap ke langit, sambil mengucap doa pelan-pelan lidi itu dicabutnya. Tercabutlah lidi itu, dan seketika keluarlah sumber air yang jernih mengalir kearah barat. Seluruh masyarakat menjadi malu hati, karena melihat berhasilnya si bocah bajang mencabut lidi itu.

Akhirnya dikeroyoklah bocah bajang, dan larilah perlahan meninggalkan halaman balai dusun. Semakin dikeroyok semakin banjir pula sumber air tersebut. Dengan banjirnya air dari sumber mata air yang ajaib ini, seolah “BANJIR BANDANG, DAN BANYAK MANUSIA YANG TENGGELAM”, menjadi korban, yang masih hidup berteriak minta tolong. Kala itu pula si bocah bajang menghilang dari permukaan, dan akan rnenyatu dengan lidah Naga Baru Klinthing yang melesat ke angkasa, bersama itu pula hilangnya lauk pauk entah kemana. Hanya janda tua yang tempo hari memberi makan kepada si bocah bajang yang selamat karena menuruti pesannya untuk naik lesung dengan berdayung enthong sambil menanti surutnya air bah.

Ternyata setelah air banjir surut lesung berhenti di sebelah sumber mata air, dan si nenek tua menamakan sumber mata air tersebut “SUMBER BARU KLINTHING” dan terkenal sampai sekarang legendanya di Dusun Bunut, Desa Bringin, Kecamatan Pare Kabupaten Kediri, PropinsiJawa Timur.

Asal-Mula Cerita Legenda Wisata Rawa Pening Source;wisatarawapeningbejalen.blogspot.com

11/13/2014 : Cerita Legenda Guru Diden di Tanah Karo

loading...
Cerita Legenda  Guru Diden di Tanah Karo,Salah satu dari mereka berkata “Sebaiknya kita adu ilmu saja, kita bertujuh dengan guru dari Karo itu !“.  Sontak salah satu orang yang ada di pertemuan itu sangat gusar. Saat itu memang sedang dilakukan sebuah pertemuan, sebuah pertemuan yang dilakukan secara mendadak. Bukan sembarang pertemuan. Tapi pertemuan yang dilakukan oleh tujuh orang-orang sakti di negeri Pakpak. Ketujuh orang sakti ini disebut warga sebagai Guru Pakpak Pitu Sedalanen. Di negeri Pakpak mereka semua dikabarkan memiliki ilmu yang sangat tinggi, sangat sakti, sangat disegani dan bahkan juga sangat ditakuti.

 Tapi apa hendak mau dikata, mereka semua gusar saat mengetahui ada kabar berita yang katanya ada orang yang juga sangat sakti di negeri seberang sana. Seorang guru sakti di tanah Karo, Guru Diden namanya. Ketujuh Guru Pakpak Pitu Sedalanen ini merasa penasaran dan juga tersaingi. Karena berita kesaktian guru Karo ini dengan cepat tersebar luas, padahal lokasi tanah Karo dan negeri Pakpak sendiri bisa ditempuh dengan cara berjalan kaki selama berhari-hari.

Guru Diden, yang membuat penasaran dan gusar banyak orang, tinggal di desa Raja Tengah, Tanah Karo. Dia ditemani oleh seorang istri. Sudah banyak cerita mengenai kesaktian guru dari Karo ini. Ada yang mengatakan bila sang guru dapat mengobati segala macam penyakit, menolak bala dan kutukan, menguasai berbagai macam ilmu mistik hingga dapat meramal masa depan termasuk menentukan suatu hari itu baik atau buruk. Banyak penduduk di desa Raja Tengah yang mendengar wejangan dan arahan dari sang guru. Bila ada petani yang ingin menanam padi, sang guru dapat menentukan hari tanam yang baik. Termasuk juga mengusir hama maupun roh-roh jahat yang mengganggu petani mengolah sawahnya.

Kembali ke pertemuan orang-orang sakti di negeri Pakpak. Nampaknya para Guru Pitu Sedalenan sudah sangat “gatal”. Hingga akhirnya sebuah mufakat tercapai sudah. Mereka memutuskan sesegera mungkin berangkat ke Tanah Karo, dengan hanya satu tujuan. Menguji tingkat kesaktian sang Guru Diden. Siapa yang lebih sakti, guru dari Karo atau mereka bertujuh yang berasal dari Pakpak.

Dengan kaki telanjang mereka berjalan kaki menempuh waktu berhari-hari dalam perjalanan menuju tanah Karo. Mereka bertujuh pun sepakat tidak akan membocorkan niat mereka untuk mengadu ilmu dengan Guru Diden, kepada siapapun yang mereka temui dalam perjalanan hingga sampai di Tanah Karo. Hasrat dan rasa penasaran yang meluap-luap kepada Guru Diden, seorang guru yang mereka dengar sangat sakti, meskipun mereka bertujuh belum pernah sama sekali bertemu dengan sosoknya.

Setelah menempuh waktu beberapa hari, meninggalkan kampung halamannya, menembus dinginnya pagi dan pekatnya malam. Maka tibalah Guru Pakpak Pitu Sedalenan di bumi Karo. Mereka tidak tahu bila perjalanan mereka sudah sampai di desa Raja Tengah, desa di mana sang Guru Diden yang mereka cari tinggal. Bahkan mereka pun tidak tahu bila orang yang berpapasan dengan mereka di jalan adalah Guru Diden.

Guru Diden sendiri yang berpapasan dengan mereka tahu bila ketujuh orang yang baru dijumpainya ini bukan berasal dari kampungnya. Terlihat jelas olehnya, ketujuh musafir ini telah melakukan perjalanan yang panjang dan sangat kelelahan. Dengan ramah Guru Diden menegur mereka dan langsung mengundangnya untuk singgah ke rumahnya untuk sekedar melepaskan rasa letih dan dahaga. Jelas ketujuh guru sakti itu tak menampik tawaran yang ramah itu.

Tibalah mereka semua di rumah Guru Diden, rumah yang indah dan rindang yang juga banyak dikelilingi oleh banyak pohon-pohon kelapa. Pohon-pohon kelapa yang buahnya masih hijau, yang sangat mengundang selera.  Karena sangat kehausan maka salah seorang dari guru Pakpak itu meminta agar tuan rumah memberikan kelapa muda untuk melepas haus dahaganya. “Tolonglah turunkan tujuh tandan kelapa muda itu. “ ujar salah satu dari mereka. Lantas sambil keheranan Guru Diden kembali bertanya “Untuk apa kelapa muda sampai tujuh tandan ?  Tujuh buah saja cukup untuk kalian semua”. Mungkin karena mereka sangat kehausan, salah satu dari Guru Pakpak Pitu Sedalanen ngotot, “Tujuh buah tidak cukup untuk kami. Turunkanlah tujuh tandan, kami sangat haus.“

Malas untuk berdebat lagi, maka Guru Diden menuruti nafsu para tamunya. Diturunkanlah tujuh tandan kelapa muda itu dan dijamunya kelapa muda itu kepada ketujuh musafir yang tengah kehausan, merindukan berliter-liter air mengalir di tenggorokannya. Masing-masing musafir tersebut mendapatkan satu buah kelapa muda. Namun ternyata terjadi sebuah keanehan. Ketika air kelapa itu diminum ternyata tak satu pun dari mereka yang sanggup menghabiskan satu pun kelapa muda itu. Setiap air kelapa yang telah mereka minum ternyata bertambah kembali. Air kelapa tak habis-habis. Guru Pakpak Pitu Sedalenan pun bingung. Apa soal, ternyata pada saat itu Guru Diden sudah menggunakan kesaktiannya, sehingga air kelapa tak habis habis.

Saat mereka kebingungan, akhirnya berkatalah Guru Diden. “Tadi kan sudah kubilang, tujuh buah kelapa saja sudah cukup. Tapi kalian malah minta tujuh tandan.” Sambil berkata kesal Guru Diden pun berdiri dan menyepak semua kelapa muda yang belum sempat dilepaskan dari tandannya. Anehnya, kelapa itu melompat dan terbang melekat kembali pada tempatnya semula, pada pucuk pohon kelapa yang tinggi. Terkejutlah ketujuh tamu yang diundang, ternyata tuan rumah yang tengah menjamunya juga memiliki kesaktian. Setelah melihat ini, semakin banyak pula permintaan dari Guru Pitu Sedalanen. Mungkin karena penat dan kepanasan setelah menempuh perjalanan berhari-hari. Mereka pun meminta hujan, tak setengah hati Guru Diden pun menurunkan hujan yang sangat lebat. Bahkan hujan pun berhenti ketika saat malam tiba.

Hujan deras yang berhenti saat malam telah larut, yang akhirnya membuat Guru Diden menyarankan agar ketujuh tamunya ini menginap semalam, sebelum besok meneruskan perjalannya kembali. Sekali lagi para musafir jelas susah menolaknya. Namun lancang kali para Guru Pakpak Pitu Sedalanen, mereka kembali minta dijamu oleh tuan rumah. Tak tanggung-tanggung dimasakkan nasi dalam tujuh periuk nasi untuk mereka bertujuh. Masing-masing akan mendapatkan porsi satu periuk nasi. Sudah sangat malas Guru Diden bertanya dan berdebat kembali, dan sebagai tuan rumah yang baik dia meminta istrinya untuk segera memasakkan nasi dalam tujuh buah periuk itu.

Mungkin guru dari Karo ini juga kesal kok tidak jera-jeranya para tamunya ini. Namun tujuh nasi dalam tujuh periuk yang berbeda akhirnya disediakan. Tak ubahnya dengan air kelapa tadi maka berapa pun banyaknya nasi yang mereka makan keadaannya tak berkurang sedikit pun. Tak berubah jumlah butir-butir nasi yang mereka makan  dengan posisi saat awal nasi dalam periuk disajikan. Pada saat ini beberapa dari Guru Pitu Sedalanen sudah merasa curiga jangan-jangan tuan rumah yang menjamu mereka ini adalah sosok yang sedang mereka cari, yaitu Guru Diden.

Setelah selesai bersantap makan malam, memakan nasi dari tujuh periuk yang nasinya tak habis-habisnya. Mereka saling ngobrol tentang kisah perjalanan dan niat mereka. Setelah mendengar niat dari Guru Pitu Sedalenan, Guru Diden dengan tenang namun tegas berkata, “Akulah Guru Diden yang sedang kalian cari itu. Kalau kalian memang mau mengadu kesaktian dengan aku, sebaiknya besok saja kita lakukan. Karena kalian sudah capek, sebaiknya kalian tidur dulu.“ Terkejutlah ketujuh musafir dari Pakpak ini.

Saat hendak beranjak tidur pun mereka susah untuk memejamkan mata barang sedikit pun. Pikiran mereka semua berkelebat seperti apa pertarungan ilmu yang akan mereka lakukan esok harinya. Bayangkan saja kelapa ditendangnya bisa kembali ke pucuk pohon, hujan pun bisa diturunkannya. Kesaktian apa lagi yang akan ditunjukkan oleh Sang Guru Diden, si sakti dari dataran bumi Karo.

Hari yang ditunggu pun tiba. Saat surya “memanggil” dan setelah selesai bersantap makan pagi. Guru Diden mengajak para Guru Pakpak Pitu Sedalanen berjalan-jalan melihat keadaan di sekeliling desa, sampai berjalan menuju ke tempat yang paling tepat untuk beradu ilmu. Tibalah mereka di tempat itu. Guru Diden mengajak Guru Pakpak Pitu Sedalanen ke lokasi yang tanahnya terdapat tujuh lobang di atas tanah. Di dalam tujuh lobang itu terdapat tujuh buah telur ayam.

Kemudian Guru Diden meminta agar ketujuh guru tersebut masing-masing mengambil telur yang terdapat di dalam lobang tersebut. Sambil tertawa, jelas ketujuh guru dari Pakpak ini kembali memandang enteng tantangan yang diberikan oleh Guru Diden.

Dengan sigap dan ligat mereka masing-masing memasukkan tangannya ke dalam lobang dan berupaya mengambil telur ayam. Tapi apa yang terjadi, ternyata tangan mereka semua tidak bisa lepas kembali dari lobang tanah itu. Lobang di tanah itu tiba-tiba seperti mengecil dan mencengkram erat ketujuh tangan para guru-guru ini. Semakin berupaya mereka mengeluarkan tangannya, semakin erat pula cengkeraman lobang dari tanah itu. Akhirnya salah satu dari para guru Pakpak yang merupakan pemimpin mereka itu berteriak dan menjerit, “Guru Diden, kami bertujuh mengaku kalah. Kami mengakui kesaktianmu lebih hebat dari pada kami semua. Kami menyerah.”

Lantas apa kata Guru Diden. Dia hanya berkata dengan tenang dan perlahan,“ Aku hanya orang biasa saja. Dan aku tidak pernah bermaksud mengadu kesaktian dengan siapapun juga. Karena kesaktian dan ilmu tidak berarti apa apa.” Setelah berkata itu, sang guru pun memanggil seekor burung elang, dan menyuruh burung elang itu terbang ke negeri asal Guru Pakpak Pitu Sedalanen, jauh ke negeri Pakpak. Dengan maksud agar seluruh orang di negeri Pakpak diberitahu bila Guru Pitu Sedalenan sudah menyerah kalah ilmunya oleh Guru Diden.

Dasar baik hatinya Guru Diden, maka atas perasaan yang tidak tega, akhirnya Guru Diden dengan kesaktiannya melepaskan ketujuh tangan guru yang telah menyerah tadi. Tapi apa yang terjadi, setelah ketujuh tangan itu tercabut. Tersemburlah air yang memancar sangat deras dari ketujuh lobang itu. Air terus menerus memancar dan mengalir. Kabarnya ketujuh mata air itu sampai sekarang masih terdapat di tanah Karo. Tempat yang orang-orang percayai pernah terjadinya adu ilmu antara Guru Diden dan Guru Pakpak Pitu Sedalanen.

Demikianlah Cerita Legenda  Guru Diden di Tanah Karo source ; chrispoerba.wordpress.com

9/09/2014 : Cerita Legenda Kisah Aryo Menak

loading...
Cerita Legenda Kisah Aryo Menak,Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat lebat. Ladang-ladang padi menguning.

Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.

Ia sangat  terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.

Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan menangis.  

Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: “Ini mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.”

Cerita Legenda Kisah Aryo Menak

Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.

Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.

Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.

Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi ringan, iapun dapat terbang ke istananya.

Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya. Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi
source: seasite.niu.edu
begitulah sebuah Cerita Legenda Kisah Aryo Menak

9/09/2014 : Cerita Legenda Ular n’Daung

loading...
Cerita Legenda Ular n’Daung.Dahulu kala, di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hiduplah seorang wanita tua dengan tiga orang anaknya. Mereka sangat miskin dan hidup hanya dari penjualan hasil kebunnya yang sangat sempit. Pada suatu hari perempuan tua itu sakit keras.

Orang pintar di desanya itu meramalkan bahwa wanita itu akan tetap sakit apabila tidak diberikan obat khusus. Obatnya adalah daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.

Alangkah sedihnya keluarga tersebut demi mengetahui kenyataan itu. Persoalannya adalah bara dari puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib. Menurut cerita penduduk desa itu, ular tersebut akan memangsa siapa saja yang mencoba mendekati puncak gunung itu.

Diantara ketiga anak perempuan ibu tua itu, hanya si bungsu yang menyanggupi persyaratan tersebut. Dengan perasaan takut ia mendaki gunung kediaman si Ular n’Daung. Benar seperti cerita orang, tempat kediaman ular ini sangatlah menyeramkan. Pohon-pohon sekitar gua itu besar dan berlumut. Daun-daunnya menutupi sinar matahari sehingga tempat tersebut menjadi temaram.

Belum habis rasa khawatir si Bungsu, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dan raungan yang keras. Tanah bergetar. Inilah pertanda si Ular n’Daung mendekati gua kediamannya. Mata ular tersebut menyorot tajam dan lidahnya menjulur-julur.  Dengan sangat ketakutan si Bungsu mendekatinya dan berkata, “Ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sakit. Tanpa diduga, ular itu menjawab dengan ramahnya, “bara itu akan kuberikan kalau engkau bersedia menjadi isteriku!”
Cerita Legenda Ular n’Daung
Si Bungsu menduga bahwa perkataan ular ini hanyalah untuk mengujinya. Maka iapun menyanggupinya. Keesokan harinya setelah ia membawa bara api pulang, ia pun menepati janjinya pada Ular n’Daung. Ia kembali ke gua puncak gunung untuk diperisteri si ular.

Alangkah terkejutnya si bungsu menyaksikan kejadian ajaib. Yaitu, pada malam harinya, ternyata ular itu berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah.

Pada pagi harinya ia akan kembali menjadi ular. Hal itu disebabkan oleh karena ia disihir oleh pamannya menjadi ular. Pamannya tersebut menghendaki kedudukannya sebagai calon raja.

Setelah kepergian si bungsu, ibunya menjadi sehat dan hidup dengan kedua kakaknya yang sirik. Mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dengan si Bungsu. Maka merekapun berangkat ke puncak gunung. Mereka tiba di sana diwaktu malam hari.

Alangkah kagetnya mereka ketika mereka mengintip bukan ular yang dilihatnya tetapi lelaki tampan. Timbul perasaan iri  dalam diri mereka. Mereka ingin memfitnah adiknya.

Mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu. Mereka membakar kulit ular tersebut. Mereka mengira dengan demikian ksatria itu akan marah dan mengusir adiknya itu. Tetapi yang terjadi justru kebalikannya. Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak sengaja mereka membebaskan pangeran itu dari kutukan.

Ketika menemukan kulit ular itu terbakar, pangeran menjadi sangat gembira. Ia berlari dan memeluk si Bungsu. Di ceritakannya bahwa sihir pamannya itu akan sirna kalau ada orang yang secara suka rela membakar kulit ular itu.

Kemudian, si Ular n’Daung yang sudah selamanya menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si Bungsu ke istananya. Pamannya yang jahat diusir dari istana. Si Bungsu pun kemudian mengajak keluarganya tinggal di istana. Tetapi dua kakaknya yang sirik menolak karena merasa malu akan perbuatannya.
source;seasite.niu.edu
Begitulah Cerita Legenda Ular n’Daung

9/09/2014 : Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Burung Ruai

loading...
Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Burung Ruai,Konon pada zaman dahulu di daerah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat tepatnya di pedalaman benua Bantahan sebelah Timur Kota Sekura Ibukota Kecamatan Teluk Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi peristiwa yang sangat menakjubkan untuk diketahui.

Menurut informasi orang bahwa di daerah tersebut terdapat sebuah kerajaan yang kecil, letaknya tidak jauh dari Gunung Bawang yang berdampingan dengan Gunung Ruai. Tidak jauh dari kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua yang bernama ”Gua Batu”, di dalamnya terdapat banyak aliran sungai kecil yang di dalamnya terdapat banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh seorang kakek tua renta yang boleh dikatakan ”sakti”.

Cerita dimulai dengan seorang raja yang memerintah pada kerajaan di atas dan mempunyai tujuh orang putri, raja itu tidak mempunyai istri lagi sejak meninggalnya permaisuri atau ibu dari ketujuh orang putrinya. Di antara ketujuh orang putri tersebut ada satu orang putri raja yang bungsu atau si bungsu. Si bungsu mempunyai budi pekerti yang baik, rajin, suka menolong dan taat pada orang tua, oleh karena itu tidak heran sang ayah sangat menyayanginya. Lain pula halnya dengan keenam kakak – kakaknya, perilakunya sangat berbeda jauh dengan si bungsu, keenam kakaknya mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki, suka membantah orang tua, dan malas bekerja. Setiap hari yang dikerjakannya hanya bermain – main saja.
Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Burung Ruai
Dengan kedua latar belakang inilah, maka sang ayah ( raja ) menjadi pilih kasih terhadap putri – putrinya. Hampir setiap hari keenam kakak si bungsu dimarah oleh ayahnya, sedangkan si bungsu sangat dimanjakannya. Melihat perlakuan inilah maka keenam kakak si bungsu menjadi dendam, bahkan benci terhadap adik kandungnya sendiri, maka bila ayahnya tidak ada di tempat, sasaran sang kakak adalah melampiaskan dendam kepada si bungsu dengan memukul habis – habisan tanpa ada rasa kasihan sehingga tubuh si bungsu menjadi kebiru – biruan dan karena takut dipukuli lagi si bungsu menjadi takut dengan kakaknya.

Untuk itu segala hal yang diperintahkan kakaknya mau tidak mau sibungsu harus menurut seperti : mencuci pakaian kakaknya, membersihkan rumah dan halaman, memasak, mencuci piring, bahkan yang paling mengerikan lagi, sibungsu biasa disuruh untuk mendatangkan beberapa orang taruna muda untuk teman/menemani kakaknya yang enam orang tadi. Semua pekerjaan hanya dikerjakan si bungsu sendirian sementara ke enam orang kakaknya hanya bersenda gurau saja.

Sekali waktu pernah akibat perlakuan keenam kakaknya itu terhadap sibungsu diketahui oleh sang raja ( ayah ) dengan melihat badan ( tubuh ) si bungsu yang biru karena habis dipukul tetapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya pada sang ayah, dan bila sang ayah menanyakan peristiwa yang menimpa si bungsu kepada keenam kakaknya maka keenam orang kakaknya tersebut membuat alasan – alasan yang menjadikan sang ayah percaya seratus persen bahwa tidak terjadi apa – apa. Salah satu yang dibuat alasan sang kakak adalah sebab badan sibungsu biru karena sibungsu mencuri pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan dipukul oleh tetangga tersebut. Karena terlalu percayanya sang ayah terhadap cerita dari sang kakak maka sang ayah tidak memperpanjang permasalahan dimaksud.

Begitulah kehidupan si bungsu yang dialami bersama keenam kakaknya, meskipun demikian sibungsu masih bersikap tidak menghadapi perlakuan keenam kakaknya, kadang – kadang si bungsu menangis tersedu – sedu menyesali dirinya mengapa ibunya begitu cepat meninggalkannya. sehingga ia tidak dapat memperoleh perlindungan. Untuk perlindungan dari sang ayah boleh dikatakan masih sangat kurang. Karena ayahnya sibuk dengan urusan kerajaan dan urusan pemerintahan.

Setelah mengalami hari – hari yang penuh kesengsaraan, maka pada suatu hari berkumpullah seluruh penghuni istana untuk mendengarkan berita bahwa sang raja akan berangkat ke kerajaan lain untuk lebih mempererat hubungan kekerabatan diantara mereka selama satu bulan. Ketujuh anak ( putrinya ) tidak ketinggalan untuk mendengarkan berita tentang kepergian ayahnya tersebut. Pada pertemuan itu pulalah diumumkan bahwa kekuasaan sang raja selama satu bulan itu dilimpahkan kepada si bungsu, yang penting bila sang raja tidak ada di tempat, maka masalah – masalah yang berhubungan dengan kerajaan ( pemerintahan ) harus mohon ( minta ) petunjuk terlebih dahulu dari si bungsu. Mendengar berita itu, keenam kakaknya terkejut dan timbul niat masing – masing di dalam hati kakaknya untuk melampiaskan rasa dengkinya, bila sang ayah sudah berangkat nanti. Serta timbul dalam hati masing – masing kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya dilimpahkan kepada si bungsu bukan kepada mereka.

Para prajurit berdamping dalam keberangkatan sang raja sangat sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maka pada keesokan harinya berangkatlah pasukan sang raja dengan bendera dan kuda yang disaksikan oleh seluruh rakyat kerajaan dan dilepas oleh ketujuh orang putrinya.

Keberangkatan sang ayah sudah berlangsung satu minggu yang lewat. Maka tibalah saatnya yaitu saat-saat yang dinantikan oleh keenam kakaknya si bungsu untuk melampiaskan nafsu jahatnya yaitu ingin memusnahkan si bungsu supaya jangan tinggal bersama lagi dan bila perlu si bungsu harus dibunuh. Tanda-tanda ini diketahui oleh si bungsu lewat mimpinya yang ingin dibunuh oleh kakanya pada waktu tidur di malam hari.

Setelah mengadakan perundingan di antara keenam kakaknya dan rencanapun sudah matang, maka pada suatu siang keenam kakak di bungsu tersebut memanggil si bungsu, apakah yang dilakukannya ?. Ternyata keenam kakanya mengajak si bungsu untuk mencari ikan ( menangguk ) yang di dalam bahasa Melayu Sambas mencari ikan dengan alat yang dinamakan tangguk yang dibuat dari rotan dan bentuknya seperti bujur telur ( oval ). Karena sangat gembira bahwa kakaknya mau berteman lagi dengannya, lalu si bungsu menerima ajakan tersebut. Padahal dalam ajakan tersebut terselip sebuah balas dendam kakaknya terhadap si bungsu, tetapi si bungsu tidak menduga hal itu sama sekali.

Tanpa berpikir panjang lagi maka berangkatlah ketujuh orang putri raja tersebut pada siang itu, dengan masing – masing membawa tangguk dan sampailah mereka bertujuh di tempat yang akan mereka tuju ( lokasi menangguk ), yaitu gua batu, si bungsu disuruh masuk terlebih dahulu ke dalam gua, baru diikuti oleh keenam kakaknya. Setelah mereka masuk, si bungsu disuruh berpisah dalam menangguk ikan supaya mendapat lebih banyak dan ia tidak tahu bahwa ia tertinggal jauh dengan kakak-kakanya.

Si bungsu sudah berada lebih jauh ke dalam gua, sedangkan keenam kakaknya masih saja berada di muka gua dan mendoakan supaya si bungsu tidak dapat menemukan jejak untuk pulang nantinya. Keenam kakaknya tertawa terbahak – bahak sebab si bungsu telah hilang dari penglihatan. Suasana gua yang gelap gulita membuat si bungsu menjadi betul – betul kehabisan akal untuk mencari jalan keluar dari gua itu. Tidak lama kemudian keenam kakaknya pulang dari gua batu menuju rumahnya tanpa membawa si bungsu dan pada akhirnya si bungsupun tersesat.

Merasa bahwa si bungsu telah dipermainkan oleh kakaknya tadi, maka tinggallah ia seorang diri di dalam gua batu tersebut dan duduk bersimpuh di atas batu pada aliran sungai dalam gua untuk meratapi nasibnya yang telah diperdayakan oleh keenam kakaknya, si bungsu hanya dapat menangis siang dan malam sebab tidak ada satupun makhluk yang dapat menolong dalam gua itu kecuali keadaan yang gelap gulita serta ikan yang berenang kesana kemari.

Bagaimana nasib si bungsu ? tanpa terasa si bungsu berada dalam gua itu sudah tujuh hari tujuh malam lamanya, namun ia masih belum bisa untuk pulang, tepatnya pada hari ketujuh si bungsu berada di dalam gua itu, tanpa disangka – sangka terjadilah peristiwa yang sangat menakutkan di dalam gua batu itu, suara gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin merobohkan gua batu tersebut, si bungsupun hanya bisa menangis dan menjerit-jerit untuk menahan rasa ketakutannya, maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang menggelegar muncullah seorang kakek tua renta yang sakti dan berada tepat di hadapan si bungsu, lalu si bungsupun terkejut melihatnya, tak lama kemudian kakek itu berkata, ” Sedang apa kamu disini cucuku ? ”, lalu si bungsupun menjawab, ” Hamba ditinggalkan oleh kakak – kakak hamba, kek ! ”, maka si bungsupun menangis ketakutan sehingga air matanya tidak berhenti keluar, tanpa diduga-duga pada saat itu dengan kesaktian kakek tersebut titik-titik air mata si bungsu secara perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih yang besar dan banyak jumlahnya, kemudian si bungsupun telah diubah bentuknya oleh si kakek sakti menjadi seekor burung yang indah bulu-bulunya.

Si bungsu masih bisa berbicara seperti manusia pada saat itu, lalu kakek itu berkata lagi, ” Cucuku aku akan menolong kamu dari kesengsaraan yang menimpa hidupmu tapi dengan cara engkau telah kuubah bentukmu menjadi seekor burung dan kamu akan aku beri nama ” Burung Ruai, apabila aku telah hilang dari pandanganmu maka eramlah telur-telur itu supaya jadi burung – burung sebagai temanmu ! ”. Kemudian secara spontanitas si bungsu telah berubah menjadi seekor burung dengan menjawab pembicaraan kakek sakti itu dengan jawaban kwek … kwek … kwek … kwek …. kwek, Bersamaan dengan itu kakek sakti itu menghilang bersama asap dan burung ruai yang sangat banyak jumlahnya dan pada saat itu pula burung-burung itu pergi meninggalkan gua dan hidup di pohon depan tempat tinggal si bungsu dahulu, dengan bersuara kwek … kwek …. kwek … kwek …. kwek, Mereka menyaksikan kakak – kakak si bungsu yang dihukum oleh ayahnya karena telah membunuh si bungsu.
source;sambas.go.id
Baca juga yuk.... Cerita Legenda Si Rusa dan Si Kulomang

9/09/2014 : Cerita Legenda Batu Golog

loading...
Cerita Legenda Batu Golog,Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain

 Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.

Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: “Ibu batu ini makin tinggi.” Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk.”
Nusa Tenggara Barat
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.

Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.

Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.

Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.
source: seasite.niu.edu
mungkin anda tertarik untuk baca Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Selat Bali

9/09/2014 : Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Selat Bali

loading...
Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Selat Bali,Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.

Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi sedikit hartanya.”

Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Selat Bali
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.

Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”

Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.

Mendengar kematian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.

“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
source; seasite.niu.edu
begitulah Cerita Legenda Asal Mula Terjadinya Selat Bali

9/07/2014 : Cerita Legenda Si Pitung Pendekar Dari Betawi

loading...
Cerita Legenda Si Pitung Pendekar Dari Betawi,Di daerah Ibu Kota  Jakarta Ada Juga Sebuah Cerita Yaitu Si Pitung Dia adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Taukulah dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya Si Rais dan  Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya.Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.

Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Cerita Legenda Si Pitung Pendekar Dari Betawi
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan.

Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.Untuk Tempat Sejarah Bisa Anda Lihat Didaerah Marunda Jakarta Utara Disana Terdapat Mesjid Sipitung.

source ;cerita2anak 
begitulah Cerita Legenda Si Pitung Pendekar Dari Betawi

9/07/2014 : Cerita Legenda Candi Prambanan

loading...
Disekita  dekat kota Yogyakarta terdapat sebuah candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah ceritanya.

Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Dengan persetujuan Raja Pengging, Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.

Lara Jonggrang takut menolak pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai balatentara roh-roh halus.

Pada hari yang ditentukan, Bandung Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso menyelesaikannya.

Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu.
source;cerita2anak